Pagi ini aku berkesempatan mengunjungi kinahrejo (lagi), bukan sebagai relawan, tapi nganter Romo Ageng (panggilanku untuk bapakku). Semalem abis nunggu hujan reda aku trus mudik ke Parangtritis, ketemu bapak langsung tak tanyain, "pak sido terke neng kinahrejo ra?. "Sido", jawabnya, okelah, "yo suk suk esuk mruput wae."
Malam pun menjelang, abis makan aku langsung tidur, supaya besok tidak mengantuk dijalan. Paginya aku dibangunin sama Romo, wah berarti pengen banget ni bapakku.
Akhirnya kami pun berangkat dari Paris pagi-pagi, ga tau jam berapa, tapi jalan ke arah pante depok dah mulai rame. Sekalian mo nyoba Satria FU, pikirku, (nanti ada postingan sendiri buat review motor ini).
Abis isi bensin kami pun melaju, sesekali Romo memegang pundakku, itu tanda kalo dia was-was, padahal ni juga agak "kalem" njokinya, hahhaha. Sampai di jakal trus ambil kanan menuju arah Cangkringan, motor pun tak pacu agak kencang, takut kalo agak siang dikit pasti macet. Nanjak daerah Umbulharjo aku masih memacu motorku 80-90 km/jam, Romo pegangan pundak, qiqiiqiqiqiiq. Emang tenaga FU sangat gede untuk ukuran kelas bebek (150cc)
Memasuki Umbulharjo bagian atas mulai terjadi kemacetan, wah cuman bisa pelan-pelan ni. Sebelum memasuki TPR, masih diberlakukan sistem buka tutup, biar nggak terlalu ngantri saat beli karcis. Akupun bilang sama Romo, "jo ngetokke duit sik lho Pak". "Yoh, lha mengko nek dijaluki piye," timpalnya. "Ora rak en", jawabku.
Akhirnya sampe juga di antrian untuk membayar karcis, antrian pertama untuk pembelian karcis, disodori, aku pun bilang dengan kata-kata ajaib, ######### (sensor, hahaha), kemudian masuk ke pengecekan karcis, kata-kata ajaib itu pun meluncur lagi dari mulutku, dan kami pun lewat tanpa membayar.
Memasuki zona parkir terjadi antrian lagi, agak macet ternyata, waaahhhh, sudah rame sepagi ini, pikirku. Akupun terus naik hingga zona parkir 1, zona paling atas untuk kendaraan umum. Untuk parkir harus ambil kanan, tapi aku ambil kiri arah para pejalan kaki, menuju rumah mbah maridjan. Diujung jalan terdapat portal tempat untuk buka tutup, hanya kendaraan khusus relawan dan warga yang boleh lewat. Dannnnnnnnnn, dengan kata-kata ajaib itu lagi, aku pun berhasil masuk zona atas, hehehehehe.
Dijalan ini hanya dipenuhi pejalan kaki, baik yang naik maupun yang turun, wah dadi merasa tidak enak ki, numpak motor dewe hahahaha.
Sampai dipertigaan jalan aku memilih lurus, kalo ke kanan ke rumah mbah maridjan, waduhh jalannya dipenuhi pasir dan kerikil, harus ekstra hati-hati. Tiba di dekat camp relawan akhirnya aku pun terperosok, jatuh, karena aku lupa, motor ini meski kuat tapi pake ban kecil. Mengingat akan keselamatan akupun memarkir di area kosong pinggir jalan, dan kami pun jalan kaki, naik ke puncak permukiman (diatas rumah mbah maridjan).
Setelah puas melihat keadaan sekeliling aku pun mengajak Romo untuk turun ke area masjid dan rumah juru kunci merapi tersebut. Terlihat garis-garis memakai pita kuning menghiasi lokasi tersebut. Sebelah atas adalah masjid yang telah rata dengan material erupsi, disebelahnya terdapat tampungan air yang kemudian disalurkan memakai pipa-pipa paralon (wah ini hasil kerja teman-temanku kemaren).
Romo pun tak ajak berkeliling sampai pinggiran kali sebelah rumah mbah maridjan, melihat kepulan asap yang masih keluar dari batu di tengah sungai.
Puas mengamati daerah bencana kami pun turun, romo menunggu di pertigaan sementara aku mengambil motor diatas. Wah ternyata diluar dugaanku, motornya sulit sekali dikendalikan untuk turun, karena ban kecil, dah engine break pake persneling satu masih aja nyosor ke bawah. Huftt, untung jokinya handal, meski ngepot-ngepot sambil diliatin orang-orang tetapi tetep tenang hehehehee.
Sampai dijalan yang agak bersih dari pasir dan kerikil, romo pun mbonceng lagi, ,trus turun menyusuri jalan yang berbeda dari jalan waktu naik tadi. Dikiri kanan terlihat rumah-rumah yang hancur terkena material erupsi merapi, Allahu Akbar.
Menyusuri jalan kampung banyak anak-anak dan orang tua yang menyodorkan kardus untuk meminta bantuan sukarela.
Singkat cerita sampai jakal Romo tak ajag zig-zag, kebiaasaanku je, nyelinap mepet-mepet mobil, tapi gak ngebut juga.
Ada satu hal yang membuatku mengelus dada dari pemandangan diatas tadi, selain nasib warga yang masih mengungsi, yaitu masalah sampah para pengunjung.
Aku tuh paling sebel dan benci melihat orang membuang sampah seenaknya, seperti tadi, banyak sekali botol minuman yang dibuang dipinggir sungai, haduuuuuuuhhhhh, tidak sampai hati melihatnya. Mungkin seperti lebay ya, tapi yang dah kenal lama sama aku pasti ngerti, aku tu ndak suka buang sampah sembarangan, meski hanya bungkus permen pasti tak taruh saku, biasanya sampah itu sampe rumah lagi baru tak buang ditempat sampah, ato tak buang di tempat sampah waktu ngisi bensin di pom.
Sakit seperti diiris-iris hatiku (hehehehe) melihat sampah di kinahrejo tadi.
Mungkin besok minggu kalo ada waktu aku pengen naek lagi mengajak temen-temen untuk membersihkan sampah-sampah plastik di kinahrejo, Insya Allah, mungkin kalo ada yang mo gabung boleh, hubungi aku di 0817xxxxxx5.
Foto-foto kinahrejo.
Foto-foto ini diambil tanggal 26 des kemaren waktu ikut relawan, koordinasi dengan MER****C.
0 komentar:
Posting Komentar